Cari Blog Ini

Senin, 20 Juni 2011

JOKO BUDUK "(cerita rakyat dari ngawi)"

Alkisah, di daerah Ngawi, Jawa Timur, tersebutlah seorang raja
bernama Prabu Aryo Seto yang bertahta di Kerajaan Ringin
Anom. Prabu Aryo Seto adalah seorang raja yang adil dan
bijaksana. Ia mempunyai seorang putri yang rupawan bernama
Putri Kemuning. Sesuai namanya, tubuh sang Putri sangat harum
bagaikan bunga kemuning.
Suatu hari, Putri Kemuning tiba-tiba terserang penyakit aneh.
Tubuhnya yang semula berbau harum, tiba-tiba mengeluarkan
bau yang tidak enak. Melihat kondisi putrinya itu, Sang Prabu
menjadi sedih karena khawatir tak seorang pun pangeran atau
pemuda yang mau menikahi putrinya itu. Berbagai upaya telah
dilakukan oleh baginda, seperti memberikan putrinya obat-obatan
tradisional berupa daun kemangi dan beluntas, namun penyakit
sang putri belum juga sembuh. Sang Prabu juga telah
mengundang seluruh tabib yang ada di negerinya, namun tak
seorang pun yang mampu menyembuhkan sang Putri.
Hati Prabu Aryo Seto semakin resah. Ia sering duduk melamun
seorang diri memikirkan nasib malang yang menimpa putri
semata wayangnya. Suatu ketika, tiba-tiba terlintas dalam
pikirannya untuk melakukan semedi dan meminta petunjuk
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar penyakit langka yang
menimpa putrinya dapat disembuhkan.
Pada saat tengah malam, Sang Prabu dengan tekad kuat dan hati
yang suci melakukan semedi di dalam sebuah ruang tertutup di
dalam istana. Pada saat baginda larut dalam semedi, tiba-tiba
terdengar suara bisikan yang sangat jelas di telinganya.
“Dengarlah, wahai Prabu Aryo Seto! Satu-satunya obat yang dapat
menyembuhkan penyakit putrimu adalah daun sirna ganda. Daun
itu hanya tumbuh di dalam gua di kaki Gunung Arga Dumadi
yang dijaga oleh seekor ular naga sakti dan selalu menyemburkan
api dari mulutnya,” demikian pesan yang disampaikan oleh suara
gaib itu.
Keesokan harinya, Prabu Aryo Seto segera mengumpulkan
seluruh rakyatnya di alun-alun untuk mengadakan sayembara.
“Wahai, seluruh rakyatku! Kalian semua tentu sudah mengetahui
perihal penyakit putriku. Setelah semalam bersemedi, aku
mendapatkan petunjuk bahwa putriku dapat disembuhkan dengan
daun sirna ganda yang tumbuh di gua di kaki Gunung Arga
Dumadi. Barang siapa yang dapat mempersembahkan daun itu
untuk putriku, jika ia laki-laki akan kunikahkan dengan putriku.
Namun, jika ia perempuan, ia akan kuangkat menjadi anakku,”
ujar Sang Prabu di depan rakyatnya.
Mendengar pengumuman itu, seluruh rakyat Kerajaan Ringin
Anom menjadi gempar. Berita tentang sayembara itu pun
tersebar hingga ke seluruh pelosok negeri. Banyak warga yang
tidak berani mengikuti sayembara tersebut karena mereka semua
tahu bahwa gua itu dijaga oleh seekor naga yang sakti dan sangat
ganas. Bahkan, sudah banyak warga yang menjadi korban
keganasan naga itu. Meski demikian, banyak pula warga yang
memberanikan diri untuk mengikuti sayembara tersebut karena
tergiur oleh hadiah yang dijanjikan oleh Sang Prabu. Setiap orang
pasti akan senang jika menjadi menantu atau pun anak angkat
raja.
Salah seorang pemuda yang ingin sekali mengikuti sayembara
tersebut adalah Jaka Budug. Jaka Budug adalah pemuda miskin
yang tinggal di sebuah gubuk reyot bersama ibunya di sebuah
desa terpencil di dalam wilayah Kerajaan Ringin Anom. Ia
dipanggil “Jaka Budug” karena mempunyai penyakit langka, yaitu
seluruh tubuhnya dipenuhi oleh penyakit budug. Penyakit aneh itu
sudah dideritanya sejak masih kecil. Meski demikian, Jaka Budug
adalah seorang pemuda yang sakti. Ia sangat mahir dan gesit
memainkan keris pusaka yang diwarisi dari almarhum ayahnya.
Dengan kesaktiannya itu, ia ingin sekali menolong sang Putri.
Namun, ia merasa malu dengan keadaan dirinya.
Sementara itu, para peserta sayembara telah berkumpul di kaki
Gunung Arga Dumadi untuk menguji kesaktian mereka. Sejak hari
pertama hingga hari keenam sayembara itu dilangsungkan, belum
satu pun peserta yang mampu mengalahkan naga sakti itu. Jaka
Budug pun semakin gelisah mendengar kabar itu.
Pada hari ketujuh, Jaka Budug dengan tekadnya yang kuat
memberanikan diri datang menghadap kepada Sang Prabu. Di
hadapan Prabu Aryo Seto, ia memohon izin untuk ikut dalam
sayembara itu.
“Ampun, Baginda! Izinkan hamba untuk mengikuti sayembara ini
untuk meringankan beban Sang Putri,” pinta Jaka Budug.
Prabu Aryo Seto tidak menjawab. Ia terdiam sejenak sambil
memperhatikan Jaka Budug yang tubuhnya dipenuhi bintik-bintik
merah.
“Siapa kamu hai, anak muda? Dengan apa kamu bisa
mengalahkan naga sakti itu?” tanya Sang Prabu.
“Hamba Jaka Budug, Baginda. Hamba akan mengalahkan naga itu
dengan keris pusaka hamba ini,” jawab Jaka Budug seraya
menunjukkan keris pusakanya kepada Sang Prabu.
Pada mulanya, Prabu Aryo Seto ragu-ragu dengan kemampuan
Jaka Budug. Namun, setelah Jaka Budug menunjukkan keris
pusakanya dan tekad yang kuat, akhirnya Sang Prabu
menyetujuinya.
“Baiklah, Jaka Budug! Karena tekadmu yang kuat, maka
keinginanmu kuterima. Semoga kamu berhasil!” ucap Sang Prabu.
Jaka Budug pun berangkat ke Gunung Arga Dumadi dengan tekad
membara. Ia harus mengalahkan naga itu dan membawa pulang
daun sirna ganda. Setelah berjalan cukup jauh, sampailah ia di kaki
gunung Arga Dumadi. Dari kejauhan, ia melihat semburan-
semburan api yang keluar dari mulut naga sakti penghuni gua. Ia
sudah tidak sabar ingin membinasakan naga itu dengan keris
pusakanya.
Jaka Budug melangkah perlahan mendekati naga itu dengan
sangat hati-hati. Begitu ia mendekat, tiba-tiba naga itu
menyerangnya dengan semburan api. Jaka Budug pun segera
melompat mundur untuk menghindari serangan itu. Naga itu
terus bertubi-tubi menyerang sehingga Jaka Budug terlihat sedikit
kewalahan. Lama-kelamaan, kesabaran Jaka Budug pun habis.
Ketika naga itu lengah, Jaka Budug segera menghujamkan
kerisnya ke perut naga itu. Darah segar pun memancar dari tubuh
naga itu dan mengenai tangan Jaka Budug. Sungguh ajaib, tangan
Jaka Budug yang terkena darah sang naga itu seketika menjadi
halus dan bersih dari penyakit budug.
Melihat keajaiban itu, Jaka Budug semakin bersemangat ingin
membinasakan naga itu. Dengan gesitnya, ia kembali menusukkan
kerisnya ke leher naga itu hingga darah memancar dengan
derasnya. Naga sakti itu pun tewas seketika. Jaka Budug segera
mengambil darah naga itu lalu mengusapkan ke seluruh badannya
yang terkena penyakit budug. Seketika itu pula seluruh badannya
menjadi bersih dan halus. Tak sedikit pun bintik-bintik merah yang
tersisa. Kini, Jaka Budug berubah menjadi pemuda yang sangat
tampan.
Setelah memetik beberapa lembar daun sirna ganda di dalam gua,
Jaka Budug segera pulang ke istana dengan perasaan gembira.
Setibanya di istana, Prabu Aryo Seto tercengang ketika melihat
Jaka Budug yang kini kulitnya menjadi bersih dan wajahnya
berseri-seri. Sang Prabu hampir tidak percaya jika pemuda di
hadapannya itu Jaka Budug. Namun, setelah Jaka Budug
menceritakan semua peristiwa yang dialaminya di kaki Gunung
Arga Dumadi, barulah Sang Prabu percaya dan terkagum-kagum.
Jaka Budug kemudian mempersembahkan daun sirna ganda yang
diperolehnya kepada Sang Prabu. Sungguh ajaib, Putri Kemuning
kembali sehat setelah memakan daun sirna ganda itu. Kini, tubuh
Sang Putri kembali berbau harum bagaikan bunga kemuning.
Prabu Aryo Seto pun menetapkan Jaka Budug sebagai pemenang
sayembara tersebut. Sesuai dengan janjinya, Sang Prabu segera
menikahkan Jaka Budug dengan putrinya, Putri Kemuning. Selang
berapa lama setelah mereka menikah, Prabu Aryo Seto meninggal
dunia. Setelah itu, Jaka Budug pun dinobatkan menjadi pewaris
tahta Kerajaan Ringin Anom. Jaka Budug dan Putri Kemuning pun
hidup berbahagia.
* * *
Demikian cerita legenda Jaka Budug dan Putri Kemuning dari
daerah Ngawi, Jawa Timur. Pelajaran yang dapat dipetik dari cerita
di atas di antaranya adalah keutamaan sifat pemberani dan pandai
menepati janji. Sifat pemberani ditunjukkan oleh Jaka Budug yang
tidak gentar melawan naga sakti. Berkat keberaniannya, ia berhasil
mengalahkan naga itu dan mengambil daun sirna ganda untuk
mengobati penyakit Sang Putri. Dikatakan dalam Tunjuk Ajar
Melayu:
wahai ananda banyakkan amal,
berani dengan gunakan akal
berbuat baik menari bekal
supaya mati tidak menyesal
Sementara itu, sifat pandai menepati janji terlihat pada sikap Prabu
Aryo Seto yang menikahkan Jaka Budug dengan Putri Kemuning

Tidak ada komentar:

Posting Komentar