Cari Blog Ini

Jumat, 17 Juni 2011

sejarah kota ngawi

Nama ngawi berasal dari “awi” atau “bambu” yang selanjutnya
mendapat tambahan huruf sengau “ng” menjadi “ngawi”. Apabila
diperhatikan, di Indonesia khususnya jawa, banyak sekali nama-
nama tempat (desa) yang dikaitkan dengan flora, seperti : Ciawi,
Waringin Pitu, Pelem, Pakis, Manggis dan lain-lain.
Demikian pula halnya dengan ngawi yang berasal dari “awi”
menunjukkan suatu tempat yaitu sekitar pinggir ”Bengawan Solo”
dan ”Bengawan Madiun” yang banyak tumbuh pohon “awi”.
Tumbuhan “awi” atau “bambu” mempunyai arti yang sangat
bernilai, yaitu :
1. Dalam kehidupan sehari-hari Bambu bagi masyarakat desa
mempunyai peranan penting apalagi dalam masa pembangunan
ini.
2. Dalam Agama Budha , hutan bambu merupakan tempat suci :
- Raja Ajatasatru setelah memeluk agama Budha, ia
menghadiahkan sebuah ” hutan yang penuh dengan tumbuh-
tumbuhan bambu” kepada sang Budha Gautama.
- Candi Ngawen dan Candi Mendut yang disebut sebagai Wenu
Wana Mandira atau Candi Hutan Bambu (Temple Of The Bamboo
Grove), keduanya merupakan bangunan suci Agama Budha.
3. Pohon Bambu dalam Karya Sastra yang indah juga mampu
menimbulkan inspirasi pengandaian yang menggetarkan jiwa.
Dalam Kakawin Siwara Trikalpa karya Pujangga Majapahit ”Empu
Tanakung” disebut pada canto (Nyanyian) 6 Bait 1 dan 2, yang
apabila diterjemahkan dalam bahasa indonesia, lebih kurang
mempunyai arti sebagai berikut :
- Kemudian menjadi siang dan matahari menghalau kabut, semua
kayu-kayuan yang indah gemulai mulai terbuka, burung-burung
gembira diatas dahan saling bersaut – sautan bagaikan pertemuan
Ahli Kebatinan (Esoteric Truth) saling berdebat.
- Saling bercinta bagaikan kayu – kayuan yang sedang berbunga,
pohon bambu membuka kainnya dan tanaman Jangga saling
berpelukan serta menghisap sari bunga Rara Malayu, bergerak-
gerak mendesah, Pohon Bambu saling berciuman dangan
mesranya.
4. ”awi” atau ”bambu” dalam perjuangan kemerdekaan Republik
Indonesia mempunyai nilai sejarah, yaitu dalam bentuk ”bambu
runcing” yang menjadi salah satu senjata untuk melawan dan
mengusir penjajah yang tenyata senjata dari ”bambu” ini ditakuti
dari pihak lawan (digambarkan yang ”terkena” akan menderita
sakit cukup lama dan ngeri).
Pada masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia ini ada
juga ”bambu runcing” yang dikenal dan disebut dengan
”Geranggang Parakan”. Dengan demikian jelaslah bahwa ”ngawi”
berasal dari ”awi” atau ”bambu”, Sekaligus menunjukkan lokasi
Ngawi sebagai ”desa” di pinggir Bengawan Solo dan Bengawan
Madiun.
B. PENETAPAN HARI JADI NGAWI
Berdasarkan penelitian benda-benda kuno, menunjukkan bahwa di
Ngawi telah berlangsung suatu aktifitas keagamaan sejak
pemerintahan Airlangga dan rupanya masih tetap bertahan hingga
masa akhir Pemerintahan Raja Majapahit. Fragmen-fragmen
Percandian menunjukkan sifat kesiwaan yang erat hubungannya
dengan pemujaan Gunung Lawu (Girindra), namun dalam
perjalanan selanjutnya terjadi pergeseran oleh pengaruh
masuknya Agama Islam serta kebudayaan yang dibawa Bangsa
Eropa khususnya belanda yang cukup lama menguasai
pemerintahan di Indonesia, disamping itu Ngawi sejak jaman
prasejarah mempunyai peranan penting dalam lalu lintas (memiliki
posisi Geostrategis yang sangat penting).
Dari 44 desa penambangan yang mampu berkembang terus dan
berhasil meningkatkan statusnya menjadi Kabupaten Ngawi
sampai dengan sekarang.
Penelitian terhadap peninggalan benda-benda kuno dan dokumen
sejarah menunjukkan beberapa status Ngawi dalam perjalanan
sejarahnya :
1. Ngawi sebagai Daerah Swatantra dan Naditira pradesa, pada
jaman Pemerintahan Raja Hayam Wuruk (Majapahit) tepatnya
tanggal 7 Juli 1358 Masehi, (tersebut dalam Prasati Canggu yang
berangka Tahun Saka 1280)
2. Ngawi sebagai Daerah Narawita Sultan Yogyakarta dengan
Palungguh Bupati – Wedono Monconegoro Wetan, tepatnya
tanggal 10 Nopember 1828 M (tersebut dalam surat Piagam Sultan
Hamengkubuwono V tertanggal 2 Jumadil awal 1756 AJ).
3. Ngawi sebagai Onder-Regentschap yang dikepalai oleh Onder
Regent (Bupati Anom) Raden Ngabehi Sumodigdo, tepatnya
tertanggal 31 Agustus 1830 M.
Nama Van Den Bosch berkaitan dengan nama ”Benteng Van Den
Bosch Di Ngawi, yang dibangun pada Tahun 1839 – 1845 untuk
menghadapi kelanjutan Perjuangan Perlawanan dan serangan
rakyat terhadap penjajah, diantaranya di ngawi yang dipimpin
oleh Wirotani, salah satu pengikut Pangeran Diponegoro. Hal ini
dapat diketahui dari buku ”De Java Oorlog” karangan Pjf. Louw Jilid
I Tahun 1894 dengan sebutan (menurut sebutan dari penjajah) :
”Tentang Pemberontakan Wirotani di Ngawi”. Bersamaan dengan
ketetapan ngawi sebagai Onder – Regentschap telah ditetapkan
pembentukan 8 regentschap atau Kabupaten dalam wilayah Ex.
Karesidenan Madiun akan tetapi hanya 2 regentschap saja yang
mampu bertahan dan berstatus sebagai Kabupaten yaitu
Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Adapun Ngawi yang
berstatus sebagai Onder – Regentschap dinaikkan menjadi
regentschap atau kabupaten, karena disamping letak geografisnya
sangat menguntungkan juga memiliki potensi ynag cukup
memadai.
4. Ngawi sebagai regentschap yang dikepalai oleh Regent Atau
Bupati Raden Adipati Kertonegoro pada tahun 1834 (Almanak
Naam Den Gregoriaanschen Stijl, Vor Het Jaar Na De Geboorte Van
Jezus Christus,1834 Halaman 31)
Dari hasil penelitian tersebut di atas, apabila hari jadi ngawi
ditetapkan pada saat berdirinya Onder – Regentschap pada tanggal
31 Agustus 1830 berarti akan memperingati berdirinya
pemerintahan penjajahan di Ngawi, dan tidak mengakui kenyataan
statusnya yang sudah ada sebelum masa penjajahan.
Dari penelusuran 4 (empat) status Ngawi di atas, Prasati Canggu
yang merupakan sumber data tertua, digunakan sebagai
penetapan hari jadi ngawi, yaitu pada tahun 1280 Saka atau pada
tanggal 8 hari Sabtu Legi Bulan Rajab Tahun 1280 Saka, tepatnya
pada tanggal 7 Juli 1358 Masehi (berdasarkan perhitungan menurut
Lc. Damais) dengan status ngawi sebagai Daerah Swatantra dan
Naditira Pradesa.
Sesuai dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Ngawi dalam Surat Keputusannya Nomor
188.170/34/1986 tanggal 31 Desember 1986 tentang Persetujuan
Terhadap Usulan Penetapan Hari Jadi Ngawi maka berdasarkan
Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Ngawi Nomor 04
Tahun 1987 tanggal 14 Januari 1987, Tanggal 7 Juli 1358 Masehi
Ditetapkan Sebagai ”Hari Jadi Ngawi”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar