Cari Blog Ini

Jumat, 17 Juni 2011

situs museum trinil

Situs Museum Trinil dalam penelitian merupakan salah satu tempathunian kehidupan purba pada zaman Pleistosen Tengah, kuranglebih 1,5 juta tahun yang lalu. Situs Trinil ini amat penting sebab disitus ini selain ditemukan data manusia purba juga menyimpanbukti konkrit tentang lingkungannya, baik flora maupun faunanya.Museum Trinil terletak di Jalan Raya Solo – Surabaya, PedukuhanPilang, Desa Kawu, Kecamatan Kedunggalar, kurang lebih 13kilometer arah barat pusat kota Ngawi, dan untuk mencapai lokasiini dapat ditempuh dengan semua jenis kendaraan. Sayang sekalidi jalan arteri yang bisa menjadi petunjuk utama, tidak adasatupun patokan yang bisa mengarahkan kita ke Museumtersebut. Kalau bertanya sama seseorang hanya dijawab, “Pokoknya belok ke gang yang ada gapura hitamnya,”. Akhirnyasetelah bertanya selama dua kali, sampailah kami di lokasimuseum.Pintu gerbang museum yang sangat sederhana terlihat setelahmasuk ke dalam 1 km dari jalan raya utama, kemudian kamimelapor ke pos penjaga untuk membayar tiket masuk. Memangluar biasa murah kalau boleh dikatakan, bayangkan untuk melihatperadaban jutaan tahun yang lalu hanya dikenakan biaya masukseribu rupiah per orang. Ketika masuk ke lokasi parkir, kesanpertama yang timbul adalah bahwa museum ini kurang optimalperawatannya, terutama dalam hal fasilitas dan kebersihan.Masuk ke dalam museum kami mendapati ruangan yang dipenuhidengan tulang-tulang manusia purba. Diantaranya adalah : fosiltengkorak manusia purba ( Phitecantropus Erectus CraniumKarang Tengah Ngawi ), fosil tengkorak manusia purba(Pithecantropus Erectus Cranium Trinil Area), fosil tulng rahangbawah macan (Felis Tigris Mandi Bula Trinil Area), fosil gigigeraham atas gajah (Stegodon Trigonocephalus Upper Molar TrinilArea), fosil tulang paha manusia purba (Phitecantropus ErectusFemur Trinil Area), fosil tanduk kerbau (Bubalus PalaeokerabauHorn Trinil Area), fosil tanduk banteng (Bibos PalaeosondaicusHorn Trinil Area) dan fosil gading gajah purba (StegodonTrigonocephalus Ivory Trinil Area).Disamping itu masih ada beberapa fosil tengkorak :Australopithecus Afrinacus Cranium Taung Bostwana AfrikaSelatan, Homo Neanderthalensis Cranium Neander DusseldorfJerman dan Homo Sapiens Cranium. Selain fosil-fosil tengkorakyang tersebut hal yang menarik lainnya adalah, adanya sebuahtugu tempat penemuan manusia purba. Dulu tak banyak orangtahu akan makna tugu itu, bahkan kemungkinan besar bisa rusakkalau tidak dpelihara oleh seorang sukarelawan.Wirodihardjo atau wiro balung alias sapari dari kelurahan kawu adalah seorang sukarelawan yang menyadari bahwa tugu itu mempunyai makna besar dan sangat berguna bagi penelitian selanjutnya. Wajar iaberpendapat begitu, karena ia telah menyaksikan ekspedisi ataupenelitian yang dilakukan oleh ilmuwan setelah penggalian yangdilakukan E.Dubois dan Salenka. Orang asing atau mahasiswadatang silih berganti untuk melakukan ekspedisi yang tentunyadengan biaya yang mahal. Oleh karena itu, sebagai putra daerahtersebut, ia merasa ikut bertanggungjawab atas kelestarian tempatitu.Kehadiran Wirodiharjo di Trinil sangat berarti, karena beliaumenjadi tempat untuk bertanya para pengunjung tentang fosil diTrinil. Walaupun tempat tersebut terkenal sebagai daerah fosil,namun kenyataan waktu itu tidak satupun fosil yang ada di Trinil.Untuk itulah ia mengumpulkan setiap fosil yang ditemukan disungai Bengawan Solo. Selain itu Pak Wiro juga mendapat laporandari penduduk sekitar bahwa mereka menemukan fosil. Dari harike hari fosil yang dikumpulkan dari tiga desa ; sebelah barat DesaKawu, sebelah utara Desa Gemarang dan sebelah timur DesaNgancar bertambah banyak, atas tinjauan Kepala SeksiKebudayaan Depdikbud Ngawi waktu itu ( Pak Mukiyo ) iamendapat bantuan tiga buah almari untuk menyimpan fosil-fosiltersebut. Sejak saat itulah Pak Wirodiharjo terkenal dengansebutan Wiro Balung yang berarti Pak Wiro yang sukamengumpulkan balung-balung ( tulang ).Dan selanjutnya pada tahun 1980/1981 Pemerintah daerahsetempat mendirikan museum untuk menampung fosil-fosiltersebut yang diresmikan oleh Bapak Gubernur Jatim “Soelarso”pada tanggal 20 Nopember 1991. Namun sayang Wiro Balungsudah tiada sejak 1 April 1990 dan keahlian beliau diteruskan olehanaknya Mas Sujono ( 37 ) yang sekarang menjad juru kunciMuseum Trinil. Selain dari diorama yang ada, Mas Sujono jugabanyak memberikan keterangan tambahan kepada kami.Diantara tambahan keterangan Mas Sujono yang sangat pentingadalah,”Bahwasannya Trinil merupakan daerah padang savannapada masa lampau. Kenapa ? karena adanya manusia, banteng,gajah dan hewan-hewan yang lain yang tumbuh di satu area. Halini cukup menunjukkan kalau dulu daerah ini adalah savanna.Namun kemudian setelah adanya letusan Gunung Lawu yangberturut-turut hancurlah peradaban yang ada di Trinil dansekitarnya,” kata Mas Sujono dengan mimik serius. Denganmelihat Museum Trinil suatu kearifan dapat kita tarik dari berbagaitemuan para ilmuwan tentang manusia purba. Adalah suatukenyataan bahwa dibalik keanekaragaman wujud kehidupan kitadewasa ini, sesungguhnya ada kesamaan asal-usul kitaseluruhnya sebagai manusia.(AMGD)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar